Blogger Widgets
..:: Galau?! Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang ::..

Kamis, 09 Juni 2016

Mengembalikan Nilai-nilai Fundamental Shalat untuk Meredam Kemungkaran dan Penyimpangan di Era Modern

Seiring dengan kemajuan zaman, bertambahnya fasilitas-fasilitas hidup di era modern ini membuat aktivitas manusia semakin mudah. Setidaknya pekerjaan rutinitas sehari-hari dapat selesai lebih cepat tanpa membutuhkan banyak energi, berbeda jika kita bandingkan dengan nenek-nenek kita terdahulu. Kemudahan berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi membuat orang-orang yang hidup di zaman ini terbagi menjadi dua haluan besar. Sebagian orang dapat mengoptimalkan kemudahan ini dengan baik. Namun tak jarang pula justru dengan kemudahan tersebut membuat sebagian lainnya bermudah-mudahan hingga malas-malasan, menyia-nyiakannya dan bahkan menggunakannya di jalan yang ‘salah’ hingga kemungkaran pun tersebar dimana-mana.

Jika kita tinjau tentang haluan kedua, kondisi tersebut terkadang membuat kita menggeleng-gelengkan kepala, sedih, kecewa, dan ada perasaan menyesal. Bagaimana tidak, jika kita bandingkan dengan kondisi nenek-nenek kita terdahulu yang fasilitas-fasilitas hidupnya sangat minim, bahkan untuk memenuhi kehidupan pribadi dan keluarganya pun mereka harus rela bekerja siang dan malam. Namun dibalik itu mereka menuai prestasi-prestasi yang membanggakan atas jerih payahnya, seperti dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga tinggi, mampu berangkat haji, kesolidan antara mereka yang sangat kuat, kualitas hidup yang baik, dan prestasi lain yang mereka dapatkan.

Bila dibandingkan kita hari ini, banyaknya fasilitas hasil teknologi membuat kita bermalas-malasan dan terkesan hanya menikmatinya saja. Fasilitas-fasilitas tersebut kurang kita optimalkan untuk mengembangkan potensi diri kita menuju level yang lebih tinggi. Bahkan masih banyak di kalangan kita yang justru menggunakannya di jalan kemungkaran dan kemaksiatan. Kemudahan teknologi yang ada justru dialamatkan ke jalan kerusakan dan kehinaan. Salah satu contohnya yang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini, yaitu maraknya prostitusi online. Dengan memanfaatkan media sosial, para mucikari dan wanita tunasusila tersebut dengan mudahnya melakukan ‘transaksi’ dengan pelanggannya. Sebuah perbuatan yang dalam agama kita sangat terlarang. Bagaimanapun kehormatan seorang wanita sangat dijunjung tinggi dalam Islam, namun dengan alasan yang tidak ada putus-putusnya dan dengan mudahnya fasilitas yang ada membuat mereka yang terlibat di dalamnya dapat leluasa melakukan ‘transaksi’ ini. Mau tidak mau, seperti inilah faktanya zaman kita saat ini.

Sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar bahkan nomor satu di dunia, menimbulkan sebuah pertanyaan besar dalam benak kita. Dengan aktivitas ritual ibadah yang banyak, tersebarnya masjid-masjid di seluruh penjuru kota maupun desa, namun perbuatan keji dan mungkar seperti yang telah kita sebutkan sebelum-sebelumnya masih merajalela. Aktivitas ibadah rutin seperti shalat, masih sebatas ritual rutin saja di kehidupan sebagian masyarakat di negeri kita. Bukankah dalam Al-Qur’an yang suci telah disebutkan bahwa sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan yang keji dan mungkar? 

Menempati posisi sebagai bagian dari masyarakat negeri ini, mungkin timbul pertanyaan lagi dalam benak kita “Apa yang salah dengan negeriku ini?”. Apakah Al-Qur’an yang suci tersebut telah berbohong ataukah kita yang membohongi Al-Qur’an dan diri kita sendiri? Sekilas kita terkadang tampak bersahaja, agamis, dan ramah, namun sisi eksistensi dari ibadah itu sendiri terhadap kehidupan sehari-hari belum dimaknai oleh hampir kebanyakan orang di negeri ini.

Kita bahas sedikit tentang kalimat mulia yang telah disebutkan sebelumnya, “Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar”. Kalimat yang indah, yang menjadi konsekuensi masuk akal dari ibadah shalat. Namun pada kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari, bertetangga, dan bermasyarakat justru kita menemukan kondisi dimana yang terjadi justru sebaliknya. Banyak dari kita yang melakukan ritual shalat namun setelah shalatnya justru melakukan banyak penyimpangan dan kemungkaran. Seakan-akan shalat hanya diibaratkan seperti olahraga saja. Masih banyak diantara kita yang seringkali berbohong, berkata-kata kasar, menzhalimi orang, merusak lingkungan dan jika kita tarik ke tingkat lebih tinggi seperti korupsi, suap-menyuap, transaksi riba, dan kemaksiatan-kemaksiatan lain yang pelakunya jika kita tanyakan apakah dia shalat maka jawabannya “Iya”. Kondisi ini merupakah sebuah ironi, yang mana shalat yang refleksinya untuk mencegah diri dari kemungkaran justru kemungkaran tersebut tidak dapat tercegah. Jika diibaratkan maka seperti bercermin di kaca berdebu, justru yang kita dapatkan atau yang kita lihat lebih buruk daripada yang kita harapkan.

Negeri ini memiliki seabrek problematika yang cukup kompleks untuk diselesaikan. Namun sebagai muslim, husnuzhan atau berprasangka baik tetap harus didahulukan. Karena husnuzhan sendiri memiliki kekuatan besar untuk dapat mengawali perubahan. Jika kita amati, permasalahan yang makin hari makin kompleks tersebut disebabkan oleh individu masing-masing yang berada di negeri ini. Individu sebagai bagian terkecil dari suatu kelompok masyarakat sedikit banyak mempengaruhi masyarakat tersebut. Dengan memperbaiki individunya terlebih dahulu maka menjadi keniscayaan kita dapat mengubah masyarakatnya.

Dari sini kita sepakati bersama bahwa untuk mengubah masyarakat suatu negeri kita berangkat memperbaiki individunya terlebih dahulu. Untuk memberi pemahaman seperti ini kepada individu memang pasti membutuhkan ketekunan, kesabaran dan keikhlasan. Perubahan tersebut dapat kita awali dengan memberi pemahaman tentang kebenaran shalat dapat mencegah dan menahan seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Ini suatu kemutlakan. Setelah itu diberi penjelasan tentang shalat yang benar yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah, Shallallahu ‘Alaihi Wasallam karena jika shalat kita sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah maka tujuan shalat itu untuk menahan diri dari perbuatan tercela dan mungkar akan terwujud, Insya Allah.

Selanjutnya, individu dituntut dan diberi pengarahan untuk mengetahui arti dan maksud dari doa-doa yang dipanjatkan ketika shalat. Ketika seseorang mengerti dan paham akan apa yang dibacanya ketika shalat maka memungkinkan baginya untuk dapat mengontrol perilakunya ketika diluar shalat. Karena ia takut bila doanya dalam shalat tersebut tidak diterima dan jika tidak diterima maka seakan-akan dia tidak melakukan shalat. Pemahaman seperti ini penting diberikan kepada individu-individu muslim sehingga eksistensi dan nilai fundamental shalat dapat terjaga ketika di luar shalat sekali pun. Jika tiap individu muslim sudah paham akan hal ini maka Insya Allah salah satu nilai fundamental shalat sebagai pencegah dan penahan diri dari perbuatan yang tercela dan mungkar dapat terwujud. 

Selanjutnya yang dibutuhkan tinggal penerapannya. Bila tiap individu muslim bisa mengimplementasikannya maka nilai fundamental shalat ini -atas izin Allah- benar-benar dapat terwujud. Sehingga bila digeneralisasikan kepada negeri ini yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka Indonesia dapat dipandang sebagai negara yang aman dari berbagai macam bentuk kemungkaran dan penyimpangan. Harapannya, negara ini dapat menjadi negara yang aman dan damai, tidak ada lagi kasus-kasus penyimpangan, perkelahian, tawuran pelajar, korupsi, transaksi ribawi, prostitusi, dan semacamnya. Insya Allah dengan memahami nilai-nilai fundamental shalat dan eksistensinya maka hal ini dapat terwujud.

Irwanuddin
Surabaya, 13 Mei 2015

___
Diikutkan pada Lomba Essay FIS Unesa 2015

∞∞ ENTRI TERKAIԎ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar