Blogger Widgets
..:: Galau?! Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang ::..

Kamis, 11 Agustus 2016

GLS vs GGS

Akhirnya baru muncul lagi nih, setelah ane membulatkan tekad tidak nge-blog sampai RPP kelar..
Beli secangkir kopi dan sebungkus kacang telor, untuk mendapatkan 8 sandi berharga..waktunya online. Ok sob.. Jadi gini... Mbahas apa ya? Kita bahas GLS dwh.. Semoga memotivasi.

Meskipun namanya K-13 (Kurikulum 2013) tapi sampai saat ini, tahun 2016, masih banyak sekolah yang baru merintis penggunaannya. Yang namanya produk, pastilah ada plus minusnya. Satu hal yang plus plus menurut ane. Apa itu? GLS. Meskipun judulnya mirip judul sinetron GGS, Ganteng-Ganteng Singa, namun bukan itu. GLS jauh berbeda dari GGS. GGS menjadikan manusia alay dan lebay sedangkan GLS menjadikan manusia pandai dan berwawasan. Just for joke! But true.. iya beneran..

GLS adalah Gerakan Literasi Sekolah. Sebuah gerakan produk K-13. Di dalam GLS ini, ada beberapa program. Salah satunya adalah membaca buku atau referensi atau bacaan terserah 15 menit perhari. Goalnya adalah agar peserta didik terbiasa membaca, memiliki wawasan yang luas, dan menjadikan budaya membaca sebagai suatu kebutuhan. 15 menit saja yang penting rutin tiap hari. Membaca beberapa halaman buku sekitar 15 menitan tiap hari secara rutin dan kontinyu jauh lebih baik daripada membaca satu buku langsung habis tapi setahun sekali.. 

Beberapa tahap agar budaya literasi ini berhasil. Dan kesemua tahap itu berjenjang. Misalnya saja pada tahap Pembiasaan. Pada tahap ini ada beberapa langkah. Pertama, peserta didik hanya dibebankan membaca. Intinya membaca thok, tidak ada penekanan apakah harus paham atau tidak dengan yang dibacanya (agak lucu juga). Setelah dibiasakan membaca, maka masuk ke langkah berikutnya, yaitu memahami bacaan. Peserta didik diarahkan agar dapat memahami bacaannya. Lalu, setelah mampu memahami bacaannya, efeknya adalah muncul percaya diri pada peserta didik. Peserta didik akan percaya diri karena memiliki pengetahuan berdasarkan apa yang sudah didapatnya dari membaca. Ketiga langkah tersebut diulang-ulang seiring berjalannya waktu. Setelah nyaman dengan kondisi tersebut, lalu masuk ke langkah terakhir di Tahap Pembiasaan, yaitu membaca adalah dibutuhkan. Kalau siswa sudah merasa percaya diri dengan wawasan yang didapatkan dari kegiatan membacanya maka membaca akan menjadi suatu kebutuhan untuknya. Siswa akan merasa butuh bacaan, butuh tambahan pengetahuan setiap harinya. 

Kalau budaya literasi ini berhasil, wah hebat. Nanti kalau ada OSN, guru tidak perlu mencari-cari lagi siswa untuk ikut. Tapi siswanya yang berlomba-lomba mendaftar. Bahkan mungkin saking banyaknya yang pengen ikut, akan diseleksi untuk ikut OSN. Namun, itu tidak hanya untuk siswa. Untuk guru pun demikian. Bahkan guru dituntut untuk memberi contoh budaya literasi ini kepada siswa. 15 menit saja!

*Sedikit pelajaran dari sosialisasi Kurikulum 2013 di SMAN 1 Kamal Bangkalan, 23 Juli 2016.

_____

Madura, H-6 HUT RI Ke-71
Di kost samping warung kopi

∞∞ ENTRI TERKAIԎ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar