Ikan lumba-lumba hidung botol ternyata
bisa membantu terapi pengobatan untuk beberapa jenis penyakit. Di antaranya,
stroke, autis, kanker, bahkan hingga down syndrom atau depresi berat. Bagaimana
rasanya diterapi oleh lumba-lumba? Bisa rasa takut atau geli.
Ternyata ikan lumba-lumba yang dikenal
sebagai mamalia sahabat manusia itu bisa membantu pengobatan terapi untuk jenis
penyakit yang belum ada obatnya, Kepala Pusat Riset Teknologi Kelautan
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Aryo Hanggono, menyatakan bahwa saat
ini tim peneliti dari lima bidang keilmuan, yakni biologi kelautan, kedokteran
hewan, psikologi, kedokteran, dan akustik sedang melakukan penelitian terhadap
lumba-lumba yang membantu terapi pengobatan untuk beberapa pasien yang
bertempat di salah satu hotel di Bali. "Kami mencoba mencari penjelasan
ilmiah mengapa ikan lumba-lumba bisa membantu pengobatan," katanya.
Penelitian yang dimulai semenjak 3 - 4
bulan yang lalu ini, kata dia, memang menunjukkan hasil positif. Buktinya pada
uji terhadap salah seorang tokoh masyarakat Bali yang menderita stroke lumpuh
kaki tampak menunjukkan perbaikan. Ketika sebelum terapi kaki tidak bisa
digerakkan, namun setelah menjalani terapi akhirnya kakinya bisa digerakkan,
bahkan saat ini si pasien sudah bisa berjalan kaki. Lama terapi pertama bagi
pasien stroke ini adalah 10 hari dan selesai pada akhir 2007 kemarin. Namun
pada awal 2008 ini, terapi pasien stroke itu dilanjutkan kembali. Kenyataannya,
si pasien yang sudah berumur itu, kini sudah mulai bisa berjalan kembali.
"Ikan lumba-lumba itu memiliki kemampuan melakukan terapi baik melalui
totokan, gigitan halus, kibasan tubuh, serta gelombang suara dari ikan
ini," paparnya.
Selain itu uji juga dilakukan kepada
salah seorang pasien yang mengidap kanker. Untuk pasien penyakit kanker saat
ini terapi sudah berjalan selama seminggu. Aryo menyatakan, penjelasan mengenai
tata cara ikan lumba-lumba memberikan terapi memang agak unik. Yakni, seorang
pasien yang akan menjalani terapi harus ikut berenang dengan ikan lumba-lumba.
Pasien tersebut dengan menggunakan pelampung ikut berenang dalam kolam air laut
di mana lumba-lumba itu berada.
Untuk tahap pertama, biasanya tahap
adaptasi di mana lumba-lumba hanya mengitari pasien yang mengapung di kolam.
Baru tahap berikutnya, lumba-lumba akan menunjukkan reaksi dan mencoba
berkomunikasi dengan pasien. Mulai totokan di kaki, tubuh, kepala, gigitan
lembut, bahkan kibasan tubuh. Uniknya, bagian tubuh pasien yang ditotok atau
disentuh oleh ikan lumba-lumba itu setiap harinya berbeda, sehingga tampak
sistematis. Seolah ikan yang biasa dilatih untuk atraksi permainan ini tahu di
mana letak saraf pasien yang mengalami sakit. "Ini bukan pengobatan
alternatif. Melainkan hanya komplemen. Jadi pengobatan medisnya tetap jalan.
Terapi lumba-lumbanya juga jalan. Ini masuk kategori bioakustik," paparnya.
Penelitian terhadap potensi ikan
lumba-lumba sebagai terapi ini memang akan terus dikembangkan. Bahkan kata dia,
pada program penelitian tahun 2008 ini diprioritaskan untuk mengetahui pola
spektrum dari gelombang suara lumba-lumba untuk pengobatan. Yakni pola seberapa
besar spektrum frekuensi gelombang suara dari lumba-lumba itu untuk terapi
berdasarkan jenis penyakit si pasien. Sebab, dari hasil rekam sonar frekuensi
gelombang suara memang ada yang berbeda untuk tiap jenis penyakitnya. Untuk itu
para peneliti berniat untuk mengetahui polanya. "Sebab ternyata spektrum
gelombang suara yang dikeluarkan ikan ini menunjukkan pola yang berbeda untuk
jenis penyakit yang berbeda pula. Inilah yang masih kita pelajari,"
paparnya.
*Sumber: http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/162-ikan-lumba-lumba-bantu-terapi-stroke-dan-autis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar