Blogger Widgets
..:: Galau?! Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang ::..

Minggu, 28 Februari 2016

Tanya Jawab: Hukum Menerima Hadiah dari Bank Konvensional

PERTANYAAN
Bismillah, afwan ustadz saya ingin bertanya, bagaimana kalau kita dapat hadiah dari bank konvensional atau telkomsel misalnya kndaraan?
Syukrn
Abdullah#Sinjai

JAWABAN
Bismillaah…
Pada dasarnya bila suatu instansi atau individu melakukan transaksi/muamalat 100 % dengan system ribawi atau semua penghasilannya 100 % berasal dari system ribawi maka banyak ulama yang menyatakan haramnya menerima hadiah darinya dengan dalil keharaman memakan uang riba itu sendiri bila diketahui hakikat ribanya. Sebagaimana firman Allah ta'ala di dalam Al-Qur’an yang artinya: “Orang-orang yang makan [mengambil] riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran [tekanan] penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata [berpendapat], sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti [dari mengambil riba], maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu [sebelum datang larangan]; dan urusannya [terserah] kepada Allah. Orang yang mengulangi [mengambil riba], maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah: 275-276).
Melalui ayat ini, Allah menceritakan bahwa seorang pemakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat layaknya orang gila yang mengamuk seperti kesurupan syaitan.

Dalam al-Muhadzdab & al-Majmu' disebutkan: "Tidak boleh melakukan transaksi jual beli dengan orang yang diketahui bahwa semua hartanya berasal dari hasil yang haram, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Mas'ud al-Badri radhiyallahu'anhu bahwa Nabi shallallahu'alaihi wasallam melarang mengambil dari hasil (penjualan anjing), penghasilan pelacur dan upah perdukunan" (HR Bukhari:2282 dan Muslim: 1567 ). Juga diriwayatkan dari al-Zuhri bahwa ia berkata tentang wanita yang menghasilkan uang banyak dari perzinaan: "Tuannya tidak boleh memakan uang ini, karena Nabi shallallahu'alaihi wasallam melarang dari hasil pelacuran". (lihat al-Majmu': 9/417, dan lihat Fatwa Majelis Ulama Yordan: http://www.aliftaa.jo/Question.aspx?QuestionId=252#.VqnUgVI8m-c).
Adapun bila instansi tersebut melakukan transaksi jual beli dengan tidak sepenuhnya dengan cara ribawi, seperti setengah transaksi atau penghasilannya berasal dari ribawi, dan setengahnya lagi bukan ribawi, atau kebanyakan penghasilannya dari transaksi ribawi sedangkan sebagiannya berasal dari transaksi yang bukan ribawi, maka boleh seseorang untuk menerima hadiah dari mereka karena harta mereka bercampur antara yang halal dan haram, dan banyak ulama ahli fiqh telah membolehkan hal ini dengan beberapa dalil diantaranya:

1.Bahwa Nabi pernah menerima hadiah dari Raja Mesir al-Muqauqis, juga dari Raja Aylah, yang keduanya merupakan orang kafir sebagaimana dalam hadis:
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ غَزَوْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبُوكَ وَأَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَغْلَةً بَيْضَاءَ وَكَسَاهُ بُرْدًا وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ
Artinya: Dari Abu Humaid as-Sa'idiy berkata; Kami pernah ikut perang Tabuk bersama Nabi shallallahu'alaihi wasallam, lalu raja Aylah memberi hadiah seekor baghal berwarna putih kepada Nabi sawa dan Beliau (membalas) dengan memakaikan burdah kepada raja itu dan menetapkan baginya untuk (tetap) berkuasa atas negerinya. (HR Bukhari: 3/163).
Juga dari Anas radhiyallahu'anhu bahwa seorang wanita Yahudi memberikan daging kambing beracun kepada beliau, lalu beliau memakannya. (HR Bukhari: 2617).
Padahal sebagaimana yang kita ketahui bahwa hartanya kaum Yahudi dan Nasrani kebanyakan berasal dari hasil haram termasuk ribawi, namun Nabi shallallahu'alaihi wasallam menerima hadiah mereka.

3. Dalam al-Muhadzdab & al-Majmu' disebutkan: "Bila hartanya berasal dari hasil campuran yang halal dan haram maka makruh hukumnya melakukan transaksi dan menerima pemberian darinya, sesuai hadis riwayat Nu'man bin Basyir radhiyallahu'anhu: saya mendengar bahwa Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
الحلال بيِّن، والحرام بيِّن، وبين ذلك أمور مشتبهات
Artinya: "Perkara yang halal telah jelas, perkara yang haram telah jelas, dan diantara keduanya terdapat perkara yang masih samar/syubhat". (HR Bukhari: 52, dan Muslim: 1599). Bila ia bertransaksi dengannya atau mengambil pemberian darinya maka boleh, karena secara lahir semua harta yang ada dalam kekuasannya merupakan hak miliknya seutuhnya, sehingga tidak diharamkan untuk menerima pemberiannya". (lihat: al-Majmu': 9/417).

Oleh sebab itu, jawaban bagi pertanyaan anda diatas bisa dibagi dalam dua poin:
1.Tentang telkomsel atau instansi/perusahaan lainnya, kami pribadi tidak tahu menahu bila semua transaksi mereka terdapat hal yang dilarang oleh islam sehingga tidak boleh menerima hadiah dari mereka. Sebab itu anda bisa mengukur hal tersebut dari kaidah yang disebutkan diatas yaitu bila seluruh transaksinya mengandung unsur riba atau keharaman maka tidak boleh menerima hadiah dari mereka, adapun bila unsur riba atau keharaman tersebut hanya sebagian walaupun banyak, maka boleh bagi anda untuk mengambil hadiah dari mereka. Namun bila ternyata transaksi mereka semuanya halal maka anda dibolehkan secara mutlak untuk menerima hadiah tersebut.

2.Tentang Bank Konvensional, maka anda juga bisa menerapkan kaidah yang disebutkan diatas. Dengan kaidah diatas, bisa disimpulkan bahwa hadiah dari Bank Konvensional boleh diterima karena transaksi yang dilakukan oleh Bank Konvensional tidak semuanya mengandung unsur ribawi, sehingga penghasilannyapun tidak semuanya berasal dari hasil ribawi. Ada banyak transaksi yang boleh dan tidak ada unsur ribawi dalam transaksi Bank Konvensional, diantaranya (sebagaimana dalam: https://maktabahabiyahya.wordpress.com/2012/02/23/masih-ada-yang-halal-di-bank/):
1. Transfer uang dari satu rekening ke rekening lain dengan biaya administrasi.
2. Menerbitkan kartu debit untuk memudahkan nasabah mengambil uangnya di ATM.
3. Menyewakan save deposit box bagi nasabah yang menyimpan barang berharga di bank.
4. Mempermudah hubungan transaksi antar-negara seperti ekspor-impor, transfer uang, dst-nya.
5. Foreign exchange. Tukar-menukar mata uang asing di bank umumnya dilakukan tunai. Ini berbeda dengan kasus forex di dunia online yang tidak tunai.
Semua transaksi tersebut plus biaya administrasinya hukumnya boleh dalam pandangan syariat. Tidak satu pun transaksi yang melibatkan bunga bank. Nasabah hanya berkewajiban membayar sejumlah uang biaya administrasi, dan hukumnya mubah.

Sahabat…
Inilah seputar hukum banyak ulama atas pertanyaan yang anda tanyakan, adapun bila berhubungan dengan adab dan sikap wara'/kehati-hatian, maka yang lebih baik bagi seorang muslim adalah selalu berhati-hati menerima pemberian dan hadiah, tidak menerimanya kecuali yakin bahwa hal tersebut berasal dari hasil yang halal. Ini bukan berarti harus selalu bertanya tentang sumber hadiah/pemberian tersebut kepada sipemberi setiap kali diberi, namun bila mengetahui bahwa harta tersebut sudah dimasuki unsur-unsur yang haram maka ia lebih baik meninggalkannya, kecuali bila ia sangat memerlukannya.
Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah berkata: "Seseorang disunatkan untuk berhati-hati dari sumber kebutuhan dirinya dan orang-orang yang menanggungnya, bila tidak sanggup maka ia harus berhati-hati saja terhadap sumber kebutuhannya sendiri". (Tuhfah al-Muhtaaj: 9/389).
Wallaahu a'lam.


✏Dijawab oleh Ustadz Maulana La Eda, Lc. -Hafizhahullah-
(Mahasiswa S2 Jurusan Ilmu Hadis, Universitas Islam Madinah)

Sumber: Grup WA "Belajar Islam Intensif"
www.belajarislamintensif.com

∞∞ ENTRI TERKAIԎ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar